TEORI DAN PRAKTIK DALAM MEMBUAT PANTUN

TEORI DAN PRAKTIK DALAM MEMBUAT PANTUN

Oleh : Cak Inin Mukminin

Pantun adalah Puisi lama yang sudah melegenda di Nusantara. Asal mula pantun dari bahasa Minangkabau yang artinya Panuntun. Di Jawa bernama Parikan ( pari= pantun), di Sunda disebut Paparikan, sedangkan di Batak bernama Umpasa. 

Pantun awal mulanya berkembang secara lisan, dari mulut ke mulut. Lalu berhasil dibukukan oleh seorang sastrawan yang sezaman dengan Raja Ali Haji yaitu Haji Ibrahim Datuk Kaya. Antologi pantun diberi judul " Perhimpunan Pantun-Pantun Melayu."


CIRI DAN CARA MENULIS PANTUN:

1. Ciri-ciri atau Syarat-syarat Pantun : 

A. Menurut Zaidan Hendy (1990), pantun mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 


1) tiap bait terdiri atas empat baris kalimat, 

2) tiap baris terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata, 

3) baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi, sampiran melukiskan alam dan kehidupan sedangkan isi pantun berkenaan dengan maksud pemantun, 

4) bersajak silang atau a-b-a-b, artinya bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keempat,

 5) pantun digunakan untuk pergaulan. Maka pantun selalu berisikan curahan perasaan, buah pikiran, kehendak, kenangan dan sebagainya, 

6) tiap bait pantun selalu dapat berdiri sendiri, kecuali pada pantun berkait, 

7) pantun yang baik, bermutu ada hubungannya antara sampiran dan isi.


Contoh:


Air dalam bertambah dalam,

hujan di hulu belum lagi teduh.

Hati dendam bertambah dendam,

dendam dahulu belum lagi sembuh.


Hubungan antara sampiran dan isi yang tampak pada pantun di atas ialah sama-sama melukiskan keadaan yang makin menghebat.

Pantun yang kurang bermutu, menurut Zaidan, yang diciptakan oleh kebanyakan, umumnya tidak ada hubungan antara sampiran dan isi.

Contoh:

Buah pinang buah belimbing,

ketiga dengan buah mangga.

Sungguh senang beristri sumbing,

biar marah tertawa juga.


Sebait pantun di atas tidak menunjukkan adanya hubungan antara sampiran dan isi, kecuali adanya persamaan bunyi.


B. Menurut Zulfahnur dkk. (1996), sebait pantun terikat oleh beberapa syarat: 

1) bilangan baris tiap bait adalah empat, bersajak a-b-a-b, 

2) banyak suku katanya tiap baris 8-12, umumnya 10 suku kata, 

3) pantun umumnya mempunyai sajak akhir, tetapi ada juga yang bersajak awal atau bersajak tengah.


C. Menurut Sumiati Budiman (1987), ada beberapa syarat yang mengikat pantun, yaitu: 

1) setiap bait terdiri atas empat bait, 

2) setiap baris terdiri atas 4 patah kata, atau 8 – 12 suku kata, 

3) baris pertama dan kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi,

 4) berima a b a b, 

5) antara sampiran dan isi terdapat hubungan yang erat.


2. Cara untuk membuat pantun yang paling mudah adalah membuat isi dulu, baru sampiran. Contoh : 


a.

..........................................

..........................................

Kalau ikhlas umroh dan haji 

Semua biaya Allah gantikan 


b.

...............................

................................

Allah tidak merubah nasib kaum 

Kalau kaum tidak merubahnya 


Baru kita carikan sampiran yg cocok sesuai ketentuan 


Maka jadinya begini 

Contoh: 

a.

Jika anak malas mengaji 

Jangan lupa kita antarkan 

Kalau ikhlas umroh dan haji 

Semua biaya Allah gantikan 

b. 

Tangan berdarah beli yodium 

Yudium tumpah di tangannya

Allah tidak mengubah nasib kaum 

Kalau kaum  tidak mengubahnya 


?Dua pantun diambil dari buku 55 Pantun Nasihat karya  Mukminin 2020.


Contoh pantun yang lain: 

c.

Pagi-pagi berlari-lari

Tarikan nafas harus dijaga 

Hidup ini harus berarti 

Tebarkan keabikan pada sesama

d.

Pakai sepatu  sebelum berlari 

Jangan lupa kaos kakinya 

Tulislah buku sebelum mati

Untuk dibaca anak cucunya

e. 

Tanaman tembakau di atas bukit 

Gadis-gadis ikut menanamnya 

Walau ilmu setinggi langit 

Tidak ditulis apa gunanaya